ALIRAN
PENDIDIKAN KONSERVATIF
BAB I
PENDAHULUAN
A.
Latar Belakang
Pendidikan tengah diuji untuk mampu memberikan jawaban yang
menyulitkan antara melanggengkan sistem dan struktur sosial yang ada ataupun
pendidikan harus berperan kritis dalam melakukan perubahan sosial dan
transformasi menuju dunia yang lebih adil. Kedua peran pendidikan tersebut
hanya bisa dijawab melalui pemilihan paradigma dan
ideology pendidikan yang mendasar.
Hal ini berarti proses pendidikan harus memberi ruang untuk mempertanyakan
secara kritis sistem dan struktur yang ada serta hukum yang berlaku.
B.
Rumusan Masalah
1.
Bagaimanakah Aliran
Pendidikan Konservatif itu?
2.
Bagaimana Ideology-ideology
pendidikan Konservatif?
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Aliran Pendidikan Konservatif
Dalam bentuknya yang klasik atau
awal paradigma konservatif dibangun berdasarkan keyakinan bahwa masyarakat pada
dasarnya tidak bisa merencanakan perubahan atau mempengaruhi perubahan sosial,
hanya Tuhanlah yang merencanakan keadaan masyarakat dan hanya Dia yang tahu
makna dibalik itu semua.
Konservatif berkaitan dengan cara-
cara di mana pengetahuan mutlak dapat dan mustahil diketahui, apakah melalui
Tuhan ataukah penalaran ; wahyu ataukah keyakinan; kata hati ataukah
otoritatif. Sedangkan perbedaan dalam ideologi- ideologi liberal berkaitan
dengan hubungan antara individu dengan masyarakatnya.
Paradigma konservatif, bagi mereka
ketidak kesederajatan masyarakat merupakan suatu hokum keharusan alami, suatu
hal yang mustahil bisa dihindari serta sudah merupakan ketentuan sejarah atau
bahkan takdir Tuhan. Perubahan sosial
bagi mereka bukanlah suatu yang harus diperjuangkan, karena perubahan hanya
akan membuat manusia lebih sengsara saja. [1]
B.
Ideologi- ideologi Pendidikan Konservatif
Ideologi- ideologi pendidikan
konservatif terdiri dari tiga tradisi pokok, yaitu :
1.
Fundamentalisme
2.
Intelektualisme
pendidikan
3.
Dan
Konservatisme pendidikan
Semuanya, merentang dari ungkapan religious dari fundamentalisme
pendidikan, kesudut terjauh yang paling kurang konservatif.
1.
Fundamentalisme Pendidikan
Fundementalisme meliputi semua corak Konservatisme politik yang
pada dasarnya anti-intelektual dalam arti bahwa mereka ingin meminimalkan pertimbangan-pertimbangan
filosofis dan atau intelektual, serta cenderung untuk mendasarkan diri mereka
pada penerimaan yang relative tanpa kritik terhadap kebenaran yang diwahyukan
atau yang biasanya diabsahkan sebagai akal sehat. [2]
Fundamentalisme dalam pendidikan, bagi seorang fundamentalisme,
masyarakat kontemporer dihadapkan pada keruntuhan moral dalam waktu dekat, dan
keharusan tertinggi yang musti dilakukan adalah merombak tolak ukur-tolak ukur
keyakinan dan perilaku konvensional dengan cara kembali ke ciri-ciri kebaikan
yang lebih tinggi di masa silam. Sejalan dengan itu, sasaran pendidikan adalah
untuk memulihkan cara-cara yang lebih tua umurnya dan yang lebih baik, demi
membangun kembali tatanan sosial yang ada.
Dalam ideologi pendidikan ada dua corak dasar fundamentalisme
pendidikan, yaitu:
a.
Fundamentalisme sekular
Fundamentalisme
ini, tidak memiliki kepastian- kepastian religius. Dan mesti memakai istilah
religius atau semu religius, namun ia cenderung untuk mendasarkan posisinya
pada prakiraan- prakiraan yang kurang lebih bersifat intuitif.
b.
Fundamentalisme religius
Cici-ciri Umum Fundamentalisme Pendidikan dapat Dikarakterisasikan
sebagai berikut :
1.
Pengetahuan
merupakan alat untuk membangun masyarakat dalam mengejar pola kesempurnaan
moral yang pernah ada dimasa silam.
2.
Manusia
adalah agen moral, yang taat pada aturan- aturan moral yang lengkap dan
menekankan pada nilai patriotism yang dirumuskan secara sempit.
3.
Menentang
pengujian kritis terhadap pola-pola keyakinan dan perilaku yang mereka pilih.
4.
Pendidikan
pertama- tama dipandang sebagai proses regenerasi moral.
5.
Sebuah
orentasi ulanh yang bersifat korelatif terhadap pandangan modern yang terlalu
menekankan masa kini dan masa depan.
6.
Menekankan
pengenalan kembali, kebutuhan untuk kembali kepada kebaikan-kebaikan
yang nyata atau yang dikhayalkan ada di era yang lalu.
7.
Berdasarkan
pada sistem sosial dan/ atau keagamaan yang tertutup, yang menjadi ciri era
sebelumnya.
8.
Berlandasan
prakiraan- prakiraan yang tersirat yang tidak pernah diuji kebenaranya tentang
hakikat kenyataan umumnya didasarkan pada akal sehat.
9.
Wewenang
intelektual tertinggi berada di tangan komunitas orang- orang yang
memiliki iman sejati.[3]
2.
Intelektualisme Pendidikan
a.
Definisi
Intelektualisme pendidikan, didasarakan pada pertimbangan-pertimbangan
tertentu di wilayah filosofis moral dan filosofis politik. Sementara filosofis
moral yang mengidentifikasi kebaikan tertinggi dengan pencerahan filosofis dan
religious didasari oleh kesempatan penalaran, umumnya intelektualisme dilandasi
oleh tiga prakiraan filosofis :
1.
Adanya
kebenaran- kebenaran fundamental tertentu yang bersifat mutlak, dan menjadi
preseden bagi pengalaman personal, serta menentukan pengalaman tersebut.
2.
Manusia
harus memiliki kesadaran yang bisa diperoleh melalui pengalaman yang dipelejari
dalam dunia alamiah.
3.
Dengan
hanya segelincir kasus perkecualian, seperti misalnya pewahyuan religious atau
intuisi misti dalam hampir semua kasus
kebenaran-kebenaran tadi dapat dicapai dan dipahami lewat latihan penalaran.[4]
Intelektualisme pendidikan, secara umum meyakini bahwa ada
kebenaran- kebenaran tertentu yang bersifat mutlak serta kekal, yang melampaui
ruang dan waktu tertentu; bahwa kebenaran- kebenaran itu selalu ada; dan bahwa
kebenaran- kebenaran itu berlaku bagi umat manusia pada umumnya dan tidak
merupakan milik yang unik dari individu ataupun kelompok manusia tertentu saja.
b.
Intelektualisme dalam pendidikan
Dalam pendidikan kontemporer, konservatisme filosofis mengungkapkan
dirinya sebagai intelektualisme pendidikan yang mencangkup dua variasi dasar :
Intelektualisme filosofis, yang
memusatkan perhatian pada kebijaksanaan metafisi dalam arti Aristotelian
tradisional, serta menekankan pendidikan ‘liberal arts’ dalam semangat dari
buku- buku besar ( the Great Books ).
Intelektualisme teologis, yang
membedakan antara kebenaran- kebenaran alamiah dengan kebenaran- kebenaran
adikodrati ( dan karena itu membedakan antar dua cara untuk ‘tahu dan ‘
belajar’ ). Seorang intelektualis teologis percaya bahwa yang adikodrati
mendahului dan menjadi landasan bagi yang alamiah. Ia menganggap bahwa praktik-
praktik pendidikan musti ditetapkan di atas dasar intelektual dan menyatukan
pandangan kedalam yang paling baik mengenai filosofi dan agama. Dari sudut
pandang intelektualis teologis, tujuan puncak pendidikan selalu numer dua setelah
tujuan puncak kehidupan itu sendiri, yaitu untuk membawa individu kepada
kesatuan yang sempurna dengan Tuhan.[5]
Ideology dasar
Intelektualisme dalam pendidikan dapat dirangkum seperti dibawah ini,
a.
Tujuan
pendidikan secara menyeluruh.
b.
Sasaran-
sasaran sekolah.
a.
Ciri-
ciri umum intelektual pendidikan
b.
Anak-
anak sebagai pelajar.
c.
Administrasi
dan control.
d.
Sifat-
sifat hakiki kurikulum.
e.
Metode
pengajaran dan penilaian hasil belajar.
f.
Kendali
ruang kelas.[6]
c.
Dampak intelektual
Sebagai sistem berfikir rasional, ilmu pengetahuan yang menyebabkan
lenyapnya kepercayaan tradisional, secara umum dapat dikatakan empat hal baru
dari ilmu pengetahuan yang menyebabkan lenyapnya kepercayaan tradisional,
yakni,
1)
Pengamatan
lawan otoritas,
2)
Otonomi
dunia fisik
3)
Disingkatnya
konsep tujuan
4)
Dan tempat
manusia dalam alam,[7]
3.
Konservatisme Pendidikan
a.
Macam- macam konservatisme
Paling sedikit ada dua keragaman mendasar dalam konservatisme
sosial adalah keragaman sekuler, dan keragaman religious. Dalam orientasi
sekuler ada empat pendekatan- pendekatan mendasar terhadap konservatisme sosial
:
a.
Konservatisme
kemapanan ( the tories ).
b.
Konservatif
pasar bebas ( the free Marketeers/ Laissez Faire ).
c.
Darwinis
Sosial ( konservatif- konservatif Spencerian ).
d.
Nasionalis
Teleologis ( Konservatif Hegelian ).
Bagi kaum konservatif, tujuan atau sasaran pendidikan adalah
sebagai pelestarian dan penerusan pola-pola kemapanan social serta
tradisi-tradisi. Berorientasi kemasa kini, para pendidik konservatif sangat
menghormati masa silam, namun memusatkan
perhtiannya pada kegunaan dan penerapan pola belajar mengajar di dalamm konteks
social yang ada sekarang. Untuk mempromosikan
perrkembangan masyrakat komtenporer yang seutuhnya dengan cara memastikan
terjadinya prubahan yang perlahan-lahan dan bersifat organis yang sesuai dengan
keperluan-keperluan legal serta kelembagaan yang sudah mapan.
Dalam
arti yang sama, kaum konservatif sekular
sangat memperhatikan pelatihan watak serta disiplin intelektual sekaligus, kaum
konservatif sekular membangkitkan diri pada satu jenis persekolahan yang
dirancang untuk menjamin adanya rasa hormat serta penghargaan (apresiasi)
terhadap lembaga-lembaga dan social yang ada. Berlawanan dengan penekanan kaum
intelektualis terhadap masalah kajian filosofi dan ilmu-ilmu kemanusiaan
(humanitas), kaum konservatif cenderung memusatkam perhatian kepada disiplin
ilmu yang lebih praktis dan lebih baru (sejarah, biologi, fisika), yang diangga
sebagai bidang-bidang yang secara langsung sessuai dengan berbagai problema
masyarakat kontemporer yang mendesak dan
harus segera di selesaikan.
b.
Konservatifisme Sekular
Kaum konservatifisme sekular yang terwakli oleh para teoritis
pendidikan kontemporer serta para kritisi pendidikan masa kini seperti Arthur Bestor dan
Hyman Rickover mereka idak mesti menolak aspek-aspek rohaniah dalam pendidikan,
namun mereka cenderung untuk lebih memakai pendekatan utilitarian (asas
manfaat) dan pendekatan praktis dalam soal persekolahan, jika di banding mereka
yang lebih condong kearah agama.
Kepedulian
utama kaum konservatif sekular adalah terhadap peran sekolah dalam melestarikan
dan menyyalurkan lembaga-lembaga serta proses-proses social yang mapan, dan
mereka ingin menumbuh kembangkan jenis informasi serta keterampilan yang
diperlukan agar menjamin keberhasilan individu dalam hidupnya di masyarakat
sekular yang ada sekarang.
c.
Konservatifisme Religius
Kaum koservatif religius yang terwakili oleh
anggota-anggota aliran protestan terlembaga dari jalur utama yang lebih berorientasi pada kemapanan,
misalnya kaum Lutheran, Presbyterian, atau Metodis. Ia juga menjadikan salah
satu anggota gereja Katolik Roma yang condong kearah teologi yang lebih liberal
jika disbandingkan dengan tradisi utama Thomisme.
Kaum konservatif religus setuju dengan
pandangan konservatif sekular dalam segala hal tetapi mereka
meyakini pula bahwa pelatihan rohaniah merupakan aspek
mendasar dalam tradisi-tradisi social
yang mapan, dan
bahwa sebagian bentuk pelajaran keagamaan. dengan
demikian merupakan aspek yang layak dan penting dalam pendidikan dasar seorang
anak.
Ciri-ciri umum
konservatifisme pedidikan:
1.
Menganggap
bahwa nilai dasa pengetahuan ada pada kegunaan sosialnya, bahwa pengetahuan
adalah sebuah cara untuk mengajukan nilai-nilai social yang mapan.
2.
Menekankan
peran manusia sebagai warga Negara, manusia dalam peranannya sebagai sebuah
Negara yang mapan.
3.
Menekankan penyesuaian diri yang bernalar,
menyadarkan diri pada jawaban-jawaban terbaik dari masa silam sebagai tuntunan
yang palig bisa dipercaya untuk memandu tindakaan dimasa kinii.
4.
Memandang
pendidikan sebagai sebuah pembelajaran sosialisasi nilai-niai system yang
mapan.
5.
Memusatkan
perhatian pada tradisi-tradisi dan lembaga-lembaga siosial yang ada, menekankan
situasi sekarang yang dipandang melalui sudut pandang kesejarahan yang relatif
dangkal dan berpusat pada enisnya sendiri (etnosentris).
6.
Menekankan
stabilitas budaya melebihi kebutuhan akan pembaharun budaya, hanya menerima
perubahan-perubahan yang pada dasrnya cocok dengan tatanan social yang sudah
mapan.
7.
Berdasarkan
sebuah system budaya yang sudah terutup (etnosentrisme), menekankan
tradisi-tradisi social yang dominan, dan menekankan perubahan secara bertahab
didalam situasi social yang secara umum
setabil.
8.
Mengakar
pada kepastin-keastian yang sudah teruji oleh waktu, dan meyakini bawha
gagasan-gagasan serta praktik-praktik kemapanan kebih sahih dan handal
ketimbang gagasan-gagasan serta praktik-praktik yang lahir dari spekulasi yang
relative tak terkendali.
9.
Menganggap
bahwa wewenang intelektual tertinggi adalah budaya dominan dengan segenap
system keyakinan dan prilakunya yang mapan.
[1] William F.O’neil,
Ideologi- ideologi Pendidikan,Terj. Oni Intan Naomi ( Yogyakarta : Pustaka
Pelajar : 2002), hal, 97.
[2] Ibid….., hal, 105.
[3] Ibid….., hal, 247- 250.
[4] Ibid……., hal, 260.
[5] Ibid…… , hal, 281- 282.
[6] Ibid….., hal, 287- 290.
[7] Muhammad Adib, Filsafat
Ilmu, ( Yogyakarta : Pustaka Belajar, 2010 ). Hal, 216.
No comments:
Post a Comment